PERBANDINGAN HUKUM

HUKUM PRIVAT VS HUKUM  PUBLIK, 
HUKUM MATERIILVS HUKUM FORMIL
IUS CONSTITUTUM VS IUS CONSTITUENDUM

A. Hukum Privat dan Hukum Publik

Di dalam ilmu pengetahuan hukum Barat menurut naluri semenjak hukum Romawi, lapangan-lapangan yang disebut dalam uraian dua hukum ini dituangkan dalam kepada dua lapangan pokok:
1) Hukum Privat (Belanda “privat recht, private law”. Perancis “droid privet”. Jerman “privat recht”
2) Hukum Publik (Belanda “publik recht, public law”. Perancis “droid public”. Jerman “offentliches recht” . 
Begitu pula pembagian hukum menurut isinya, juga terbagi menjadi dua kelompok, yakni:

1. Hukum Privat
Hukum Privat adalah hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan  
Hukum privat (dalam arti luas) dibagi menjadi dua golongan
a. Hukum Perdata: Biasa disebut hukum sipil, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang pribadi, jelasnya dalam hukum perdata diatur ketentuan-ketentuan mengenai perorangan (kewarganegaraan, perkawinan) mengenai kebendaan (hak milik, warisan) mengenai perikatan dan pembuktian
b. Hukum Dagang: Semula hukum yang berkaitan dengan masalah dagang dimasukkan dalam hukum perdata. Akan tetapi karena sangat luas maka dilakukan pemisahan dan dihimpun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang .

Hukum privat berkembang jauh lebih awal daripada hukum publik karena pengaturan hubungan antara warga negara atau perorangan mengawali perkembangan hukum, lalu disusul dengan hukum publik yang muncul sesudah terjadinya fenomena negara mengambil peranan besar dalam kehidupan masyarakat .

Sehubungan dengan hukum privat sebagai pengatur kepentingan khusus, maka dalam hal ini pemerintah atau hakim (sebagai alat lembaga kepentingan umum) tidak dengan sendirinya mempertahankan peraturan -peraturan hukum privat atau perdata tersebut, melainkan disini pemerintah bersifat pasif. Pemerintah hanya memberikan bantuan jika beberapa pihak atau salah satunya melakukan pengaduan karena merasa dirugikan .Meskipun hukum privat berbeda dengan hukum publik karena menyangkut kepentingan khusus, akan tetapi keduanya tidak bisa dipisahkan.

Pada akhirnya di belakang semua kepentingan privat juga terdapat kepentingan publik. Dan anggapan tersebut didukung dengan pendapat SCHOLTEN yang menyatakan bahwa “tidak ada pemisahan antara hukum publik dan hukum perdata atau privat” . Berbeda dengan pendapat Van Apeldoorn yang melakukan dikotomi terhadap hukum publik dengan hukum privat yakni dengan melihat dari segi hubungan yang diatur di dalamnya.

2)   Hukum Publik   
Menurut Rien G. kartasapoetra S.H.,yang dimaksud dengan hukum publik ialah hukum yang berlaku dengan umum (hukum umum) mengatur hubungan antara  individu dengan individu, antara negara dengan bagian-bagiannya,dan antara negara dengan negara yang meliputi:

a. Hukum antar negara (Hukum Internasional) 
b. Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha
c. Hukum Pidana, Hukum Pemerintahan, dsb .

Sedangkan menurut Muhammad Shiddiq Tgk. Armia, Hukum Publik adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum seperti hubungan antar warga negara dengan negara dan seluruh komponen yang terlibat dalam negara. Hukum ini berurusan dengan beberapa hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan serta bagaimana negara itu melaksanakan tugasnya .

Adapun materi yang dikaji dalam hukum publik ini tidak berkaitan dengan kepentingan pribadi atau perorangan. Tetapi, lebih cenderung kepada kemaslahatan yang dapat ditimbulkan oleh suatu perbuatan. Yang menjadi subyek hukum bisa berbentuk badan atau korporasi, bisa organisasi massa, dan bahkan suatu komponen dalam suatu negara . Sehingga ketika seseorang mulai berwenang menangani masalah publik. Maka kewenangan publik  yang diberikan tersebut bukan merupakan titipan semata. Akan tetapi merupakan amanah (kepercayaan orang banyak dengan sepenuh hati).Oleh karena itu, Amanah tersebut tidak hanya untuk dibanggakan akan tetapi untuk dilaksanakan demi kepentingan bersama.

Adapun perbandingan antara hukum publik dan hukum privat dilihat dari segi definisinya, para ahli sebenarnya mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Akan tetapi, menurut pandangan umum yang diutarakan oleh Hans Kelsen tentang perbedaan diantara keduanya sebagai berikut:

“According to the majority view we are confronted here with a classification of legal relationship: private law represents a relationship between a super and subordinated subject, that is, between two subjects of whom one has a higher. Legal value as compared with that of the other .” 

Sedangkan menurut C.S.T. Kansil dalam memperkenalkan pembagiannya tentang pembedaan diantara  hukum publik dan hukum privat adalah:
1. Bahwa hukum publik meliputi hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum internasional.
2. Hukum privat dalam arti luas meliputi hukum perdata dan hukum dagang, sedangkan dalam arti sempit meliputi hukum administrasi saja .
Oleh karena itu,  sesuai dengan dinamika perkembangannya, antara kepentingan umum (hukum publik) dan kepentingan khusus (hukum privat) tidak ada garis demarkasi yang tegas, sehingga menimbulkan kekaburan dalam membedakan keduanya yang memunculkan pemikiran bahwa sebenarnya tidak perlu ada dikotomi antara hukum publik dan hukum privat sebagai konsekuensi logisnya . Namun, dalam sistem hukum Eropa continental dikotomi antara hukum publik dan hukum privat masih dipertahankan. Akan tetapi, di Inggris yang sistem tradisinya “The common law”,  itu tidak diikuti . Sesuai dengan  sistem hukum yang asli yang dikemukakan oleh para ahli Adatrecht, bahwa hukum itu tidak mengenal pembedaan antara hukum publik dan hukum privat .
 Dari sini, dapat dilihat dari konsep-konsep hukum baik dri segi definisi, pembagian, maupun disiplin ilmu yang dipergunakan sebagai pisau analisis dari waktu ke waktu akan terus mengalami dinamika yang boleh jadi berlainan dengan konsep-konsep sebelumnya atau bahkan berbeda secara diametral sesuai dengan perkembangannya.

B. Hukum Materiil dan Hukum Formil

Berdasarkan atas cara mempertahankannya, hukum terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Hukum Materiil
2. Hukum Formil
Di dalam hukum materiil terdapat beberapa peraturan yang mempunyai tugas untuk membebani kewajiban-kewajiban dan juga hak-hak. Disetiap harinya hukum materiil sangat dekat dengan tindak laku manusia, karena disengaja atau tidak, manusia dalam memenuhi kebutuhan seharinya sering melaksanakan hukum tersebut, misalnya: naik mobil, pergi ke pasar, pergi ke sekolah atau dalam kegiatan lainnya. Di sinilah manusia melaksanakan hukum untuk memenuhi kewajibannya, sehingga tidak terjadi konflik dan semuanya jadi teratur. 
Dan apabila hukum-hukum yang sudah tertuang dalam hukum materiil tersebut dilanggar dan akhirnya menimbulkan sesuatu yang menjadikan ketidak teraturan dalam masyarakat, maka hukum itu harus ditegakkan agar konflik yang sudah terjadi tidak berkembang dan sumua jadi aman lagi. Dan untuk menegakkan hukum materiil tersebut, dibutuhkan sebuah hukum yang berfungsi untuk menegakkan hukum atau melaksanakn hukum materiil yang telah dilanggar tersebut, hukum tersebut dinamakan hukum formil.  Selain memuat peraturan-peraturan tentang bagaimana memelihara dan mempertahankan hukum materiil, hukum formil juga memuat cara-cara untuk menghukum seseorang yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan. 

1) Hukum Materiil
Di atas telah banyak dicontohkan hukum materiil, yang mana menurut Sudarsono dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum, hukum materiil adalah hukum yang berisi kaidah-kaidah yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berupa perintah dan juga larangan.  Sedangkan menurut C.S.T. Kansil, hukum materiil adalah hukum yang menerangkan perbuatan mana yang dapat dihukum dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan serta mengatur isi perhubungan antar dua pihak yang bersifat kepentingan umum. 
Di dalam definisi di atas, jelas sekali bahwa yang menjadi pusat perhatian hakum materiil adalah kepentingan umum. Mengingat itu adalah kepentingan umum maka hukum tersebut tidak dapat memberi luangan untuk melakukan hal yang sewenang-wenang.  Jadi dengan kepentingan umum itulah asal-muasal dibuatnya hukum. 
Kalau memang kepentingan umum adalah sebab dibuatnya hukum ini, maka yang menjadi sumber hukum ini adalah Pancasila, karena pancasila itulah pandangan hidup bangsa Indonesia yang kemudian menjadi falsafah Negara kita, sehingga kepentingan yang bertentangan pancasila tidak boleh berlaku. 
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia dalam arti materiil, karena:
a. Pancasila merupakan isi dari sumber hukum
b. Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah Negara  
c. Pancasila merupakan jiwa dari setiap peraturan yang dibuat dan diberlakukan. 
Segala sesuatu peraturan undang-undang atau hukum apapun yang bertentangan dengan jiwa pancasila harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Salah satu contoh hukum Materiil, yaitu: sesuai yang tecantum pada pasal 1603 baru KUH Perdata, “Buruh wajib melakukan tugasnya apa yang ditetapkan dalam perjanjian kerjanya, dengan bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan kecakapannya”. 

2) Hukum Formil
Kalau memang hukum materiil adalah peraturan-peraturan yang mengatur tentang perbuatan apa, siapa dan dengan apa orang dihukum. Maka hukum formil adalah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar hukum materiil atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan.

Menurut Sudarsono, hukum formil adalah peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah yang mengatur tata cara upaya mempertahankan kaidah-kaidah hukum materiil baik yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum (KUH) maupun yang terdapat di luar KUH. Jelasnya yang memberi ketentuan-ketentuan tentang bagaimana melakukan sebuah gugatan dan bagaimana pemeriksaan persidangan serta bagaimana melaksanakan hukum. 
Hukum formil juga bisa dikatakan dengan sebutan hukum acara, hal ini karena hukum formil mengatur cara mempertahankan hukun materiil  dan juga karena hukum ini mengatur cara-cara bagaimana mengajukan sesuatu perkara ke muka peradilan serta cara-cara hakim memberi putusan, karena pastilah hakim memerlukan peraturan-peraturan hukum yang mengatur cara-cara bagaimana dan apakah yang akan terjadi jika norma-norma hukum yang telah dibuat itu tidak ditaati oleh masyarakat. 

Hubungan antara hukum formiil dan materil sangat erat, sampai anatara keduanya tidak dapat dipisahkan, karena apabila system hukum hanya mempunyai hukum materiil saja dan tidak mempunyai hukum formil, maka ketika semisal terjadi konflik atau pelanggaran hukum materiil akan terbuka kesempatan-kesempatan untuk untuk melakukan perbuatan menghakimi sendiridan yang nantinya yang terjadi adalah tindakan-tindakan sewenang-wenang dari pihak yang merasa dirugikan.

Sebuah contoh mengenai hubungan anatara hukum materiil dengan hukum formil, seperti dalam suatu perjanjian tentang utang-piutang. Dalam hal tersebut hukum materiil menentukan izinnya sedangkan hukum formil menunjukkan cara bagaimana perjanjian dapat dilaksanakan dan dipertahankan di depan pengadilan. 

C. Ius Constitutum dan Ius Constituendum

1) Ius Constitutum (hukum positif)
Pada dasarnya tiap-tiap bangsa mempunyai hukum sendiri, seperti halnya terhadap bahasa di kenal tata bahasa, demikian juga terhadap hukum dikenal tata hukum. Tiap-tiap bangsa mempunyai tata hukum serndiri. Bangsa Indonesia pun mempunyai tata hukum sendiri, yakni ”tata hukum Indonesia”. 

Hukum-Hukum tersebut yang berlaku dalam suatu Negara tertentu, misalnya hukum Negara Republic Indonesia yang berlaku saat ini memenuhi syarat untuk di golongkan sebagai Ius constitutum (hukum positif), yang demikian itu di sebut pula tata hukum Indonesia.  Jadi Ius constitutum yaitu hukum  yang berlaku sekarang bagi masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu pula. 

Ius constitutum sebnenarnya merupakan suatu kaidah yang berlaku, merumuskan suatu hubungan yang pantas antara hukum dengan akibat hukum yang merupakan abstrksi dari keputusan-keputusan yang konkrit sebagai fakta sosial yang mengatur hubungan-hubungan, senantiasa terjadi dalam suatu tertib pergaulan hidup. Suatu gambaran tentang  hukum positif tetentu, yang berarti suatu tertib hukum yang terikat tempat dan waktu pula, hal ini karena ia merupakan suatu pengetahuan tentang kenyataan tertentu, yag terjadi di suatu tempat dan masa tertentu.   

2) Ius Constituendum 
Ius Constituendum adalah hukum yang di cita-citakan oleh pergaulan hidup dan Negara, tetapi belum merupakan kaidah dalam bentuk undang-undang atau berbagai bentuk ketentuan lain. Pendapat demikian juga di ketengahkan oleh Sudiman Kartoharjo. Demikian juga kansil mengatakan juga, bahwa Ius Constituendum yaitu hukum yang di harapkan berlaku pada waktu yang akan datang. 

Perbedaan keduanya (Ius Constitutum dan Ius Constituendum) di dasarkan pada perkembangan sejarah tata hukum tertentu seperti di katakan oleh W.L.G. Lemdire (1952) bahwa hukum menerbitkan pergaulan hidup manusia pada suatu tempat tertentu, ia merupakan hasil perkembangan sejarah yang terbentuk dan akan hilang, jadi biasa di katakana bahwa Ius constitutum sekarang adalah Ius Constituendum pada masa lampau.
Oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1980) di tegaskan bahwa pembedaan Ius constitutum dengan  Ius Constituendum merupakan suatu abstraksi dari fakta bahwa sesungguhnya segala sesuatu merupakan sesuatu proses perkembangan.

Demikianlah bahwa hukum pun merupakan suatu lembaga masyarakat yang senantiasa mengalami perkembangan sedemikian rupa, sehingga apa yang di cita-citakan, pada masa saatnya terwujud menjadi kenyataan, sebaliknya yang sedang berlaku menjadi pudar di telan waktu karena telah tidak cocok lagi.(menaglami deskriminasi atau kesenjangan antara kaidah dan kenyataan sosial) 

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.