ASAS HUKUM DAN SISTEM HUKUM

  1. Pengertian Asas Hukum
Bahwa landasan (basis) suatu sistem hukum terdapat kaidah-kaidah penilaian yang fundamental (mendasar) yang dinamakan asas-asas hukum, demikian pernyatan Bruggink (Arief, 1996:119). Asas-asas hukum (Indonesia) atau Rechts beginselen (Belanda) atau Principle of laws (Inggris). Menurut Paul Scholten (Algemeen Deel :84) asas hukum adalah “kecenderungan atau tendensi yang disyaratkan oleh kesusilaan pada hukum” (tendenzen, welke ons zedelijk oordeel aan het recht stelt). Selanjutnya Scholten mengatakan, “bahwa asas hukum merupakan pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan dibelakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya” (Bruggink,1996:120). Asas hukum mengandung tuntutan etis, maka asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. Dengan kata lain, dengan asas-asas hukum maka peraturan-peraturan hukum berubah sifatnya menjadi bagian dari tatanan etis (Paul Scholten, 1954:83). Menurut Scholten, asas hukum itu bersifat umum dan terbatas keumumannya yang menjadi dasar norma hukum.
Menurut Paton, (1969:204) asas hukum adalah “alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan yang mendasari suatu norma hukum” (a principles is the broad reason, which lies at the base of arule of law). Asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum. Disebut demikian karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Ini berarti, bahwa peraturan-peraturan hukum pada akhirnya dapat dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Selain itu asas hukum juga layak disebut sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, atau merupakan “ratio legis” dari peraturan hukum. Asas hukum tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan hukum selanjutnya. Oleh karena itu asas hukum sebagai suatu sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang, yang menunjukkan bahwa hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan saja, tetapi mengandung nilai-nilai etis atau nilai-nilai moral (Paton, 1969:205).
Menurut Bellefroid, asas-asas hukum (rechts beginselen) adalah “norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif”, dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum umum merupakan “pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat” (Sudikno, 1988:32).
H.J. Hommes dalam “algemeene Rechts beginselen voor de praktijk” berpendapat bahwa asas-asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum yang kongkrit, melainkan perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk (rishtsnoer) bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain asas hukum adalah “dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif” (Notohamidjojo, 1975:49).
Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari pearaturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut (Sudikno, 1988:33).
Asas hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit, melainkan merupakan latar belakang peraturan yang konkrit dan bersifat umum atau abstrak (Sudikno, 1988:33). Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas-asas hukum dalam hukum positif suatu negara.
Peraturan-peraturan hukum yang konkrit dapat diterapkan secara langsung pada peristiwanya, sedangkan aasas hukum diterapkan secara tidak langsung (Sudikno, 1988:34)
.
Asas-asas hukum adalah gagasan yang membimbing dalam peraturan hukum (yang mungkin ada atau yang sudah ada), yang dirinya sendiri bukan merupakan aturan yang dapat ditetapkan, tetapi yang dapat diubah menjadi demikian (Karl Larenz, 1979:208 dalam Bruggink, 1996:121).
Selanjutnya Robert Alexy (Bruggink-terj.Arief, 1996:121) membedakan antara asas hukum dan aturan hukum sebagai berikut : Asas hukum adalah “optimierungsgebote” yang berarti aturan yang mengharuskan bahwa sesuatu berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yuridis dan faktual seoptimal mungkin direalisasikan. Sebaliknya, aturan hukum adalah aturan yang selalu dapat atau tidak dapat dipatuhi.
Ron Jue (1985:19-21 dalam Bruggink (1996:121) membatasi pengertian asas hukum sebagai “nilai-nilai yang melandasi kaidah-kaidah hukum”. Asas hukum itu menjelaskan dan melegitimasi kaidah hukum; di atasnya bertumpu muatan ideologis dari tatanan hukum. Karena itu, kaidah-kaidah hukum dapat dipandang sebagai operasionalisasi atau pengolahan lebih jauh dari asas-asas hukum.
Asas hukum berperanan sebagai meta kaidah yang berkenaan dengan kaidah hukum dalam bentuk kaidah perilaku (Bruggink, terj. Arief, 1996:120). Selanjutnya Bruggink (1996:120) berpendapat bahwa asas hukum hanya akan memberikan argument-argumen bagi pedoman prilaku yang harus ditetapkan, dan asas-asas itu sendiri tidak memberikan pedoman bagi prilaku itu. Selain itu, asas-asas hukum itu tampaknya dapat dianggap termasuk tipe kaidah yang berkenaan dengan kaidah prilaku, namun memiliki juga fungsi sejenis seperti kaidah prilaku. Asas hukum sekaligus merupakan perpanjangan dari kaidah prilaku, karena asas hukum juga memberikan arah pada prilaku yang dikehendaki (Bruggink-terj. Arief, 1996:120).
Asas hukum adalah nilai-nilai moral atau nilai-nilai etis yang mendasari atau menjadi dasar norma hukum positif, atau pikiran-pikiran dasar yang bersifat abstrak dan umum dari norma hukum positif (Sugiarto, 2009:273).
Dari beberapa pengertian asas-asas hukum di muka, dapat diketahui bahwa asas-asas hukum berbeda dengan norma/ kaidah atau aturan hukum positif. Asas-asas hukum merupakan nilai-nilai moral atau nilai-nilai ideologis yang memberikan landasan atau dasar atau arah atau pedoman bagi berlakunya norma/ kaidah hukum atau aturan hukum. Asas-asas hukum itu bersifat abstrak dan umum belum mengikat prilaku seseorang apabila tidak/belum menjadi meta kaidah dari kaidah atau norma hukum.
Jadi asas-asas hukum merupakan nilai-nilai ideologis yang memberikan legitimasi berlakunya atau operasionalisasi kaidah/norma hukum atau aturan hukum dalam suatu peraturan perundang-undangan maupun putusan hakim.
Memang benar yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo (1986:87), bahwa asas hukum bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa difahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya. Selanjutnya Satjipto menjelaskan bahwa asas hukum inilah yang memberi makna etis kepada peraturan-peraturan hukum serta tata hukum. Pengertian hukum atau konsep hukum, standar hukum dan asas hukum merupakan unsure dari peraturan hukum (1986:87). Dengan adanya asas-asas hukum peraturan hukum dapat diberi arti sebagai norma yang memberikan konsekwensi yang jelas sebagai kelanjutan suatu perbuatan atau prilaku.

  1. Fungsi Asas Hukum
Fungsi asas dalam hukum menurut Sudikno (1988:34) adalah mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk undang-undang dan hakim (fungsi bersifat mengesahkan) dan mempunyai pengaruh dan mengikat para pihak. Sedangkan fungsi asas dalam ilmu hukum hanya bersifat mengatur dan eksplikatif (menjelaskan), yang bertujuan untuk memberikan ikhtisar, tidak normatif dan tidak termasuk hukum positif (1988:34). Selanjutnya sifat instrumental asas hukum ialah mengakui adanya kemungkinan-kemungkinan, yang berarti memungkinkan adanya penyimpangan-penyimpangan, sehingga membuat hukum itu luwes atau fleksibel.
Menurut Sudikno (1988:35), ada dua macam asas hukum, yaitu asas hukum umum dan asas hukum khusus. Asas hukum umum adalah asas hukum yang berlaku atau berhubungan dengan semua bidang hukum (hukum publik maupun hukum Privat). Asas-asas hukum umum antara lain sebagai berikut : asas lex supriori derogate lex inferiori (ndang-undang yang dibuat oleh lembaga tinggi Negara mengesampingkan atau mengalahkan undang-undang yang dibuat oleh lembaga di bawahnya); asas lex spcialis derogate lex generalis (undang-undang bersifat khusus mengesampingkan atau mengalahkan undang-undang yang bersifat umum); asas lex posteriori derogate lex priori (Undang-undang yang baru mengesampingkan atau mengalahkan undang-undang yang lama atau terdahulu); asas non retro active (hukum tidak berlaku surut); asas equality before the law (setiap orang mempunyai persamaan hak di depan hukum); asas similia similibus (perkara yang sama/serupa harus diputus sama); asas ius curia novit (hakim dianggap tahu hukumnya); asas fictie (semua orang dianggap tahu undang-undang); asas Eidereen wordt geacht de wette kennen (setiap orang dianggap tahu hukum); asas unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi); asas ne bis in idem (seseorang tidak boleh dituntut atau digugat untuk kedua kalinya pada proses peradilan yang sama); asas nemo judex idoneus in propria causa (tidak seorangpun dapat menjadi hakim yang baik bagi dirinya sendiri), asas restutio in integrum (hukum harus memulihkan pada keadaan semula); asas Cogatitionis poenam nemo patitur (seseorang tidak dapat dihukum karena apa yang dipikirkan atau ada dalam hatinya); asas (yang mempunyai hak harus membuktikan haknya); asas res judicata pro veritate habetur (keputusan hakim dianggap paling benar dan sah) pada hukum formal, asas precedent atau the binding force of precedent (wajib mengikuti putusan hakim terdahulu dalam perkara yang sejenis/serupa) yang berlaku di Negara-negara bersistem hukum kebiasaan atau common law system atau di Negara-negara Anglo saxon.
Asas hukum khusus, adalah asas hukum yang berlaku terhadap atau berhubungan hukum tertentu, misalnya asas yang hanya berlaku terhadap hukum perdata (asas konsensualisme, asas monogami, poligami dalam perkawinan, asas pacta sunt servanda dalam hukum perjanjian), asas legalitas “nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli” (=asas legalitas) dalam hukum pidana material, asas presumption of innoncence (asas paraduga tidak bersalah) dalam hukum pidana formal, asas audi et alteram partem (kepentingan kedua pihak harus diperhatikan), asas verhandlung maxime (para pihak harus membuktikan, bukan hakim), asas secundum allegata iudicare (hakim terikat peristiwa yang diajukan para pihak), asas actor sequitur forum rei (gugatan diajukan di pengadilan tempat tergugat) dalam hukum perdata formal.
Dari beberapa definisi atau pengertian asas-asas hukum dapat diketahui bahwa asas hukum merupakan nilai-nilai moral atau nilai-nilai etis yang menjadi dasar peraturan-peraturan atau kaidah hukum. Asas-asas hukum itu bersifat umum dan abstrak dan tidak mengikat masyarakat secara konkrit apabila tidak menjadi dasar suatu norma atau kaidah hukum positif. Sedangkan norma atau kaidah hukum positif mengikat masyarakat secara konkrit.

Fungsi asas hukum (Bruggink, 1996:122) adalah merealisasikan ukuran nilai-nilai sebanyak mungkin dalam kaidah-kaidah dari hukum positif dan penerapannya. Namun, mewujudkannya ukuran nilai-nilai itu sepenuhnya dalam suatu sistem hukum positif adalah tidak mungkin.
Menurut Notohamidjojo (2011:23) fungsi asas hukum ialah sebagai berikut :
  1. Pengundang-undang harus mempergunakan asas-asas hukum sebagai pedoman bagi kerjanya;
  2. Hakim melakukan interpretasi hukum berdasarkan pada asas-asas hukum;
  3. Hakim perlu menggunakan asas-asas hukum, apabila mengadakan analogi;
  4. Hakim dapat melakukan koreksi terhadap peraturan undang-undang, apabila tidak dipakai, maka undang-undang terancam kehilangan maknanya.
Menurut Scholten, fungsi asas hukum adalam memberikan nilai-nilai etis pada peraturan-peraturan hukum dan tata hukum positif.
Menurut penulis fungsi asas hukum adalah sebagai berikut :
  1. Sebagai pedoman atau petunjuk arah bagi pelaksana atau birokrasi hukum dalam melaksanakan tugasnya agar taat asas yang terkandung dalam peraturan-peraturan hukum;
  2. Sebagai pedoman dan pertimbangan bagi pembentuk hukum agar hukum yang dibuat tidak saling bertentangan;
  3. Sebagai pedoman bagi pembentuk hukum agar daalam membentuk hukum mencerminkan nilai-nilai etis dan kedailan masyarakat luas;
  4. Sebagai koreksi apabila terjadi konflik dalam sistem hukum;
  5. Sebagai pedoman bagi hakim dalam melakukan penemuan dan penafsiran hukum.
  1. Sistem Hukum
Pengertian hukum atau konsep hukum, standar hukum dan asas hukum merupakan unsur-unsur peraturan hukum (Satjipto, 1986:87). Karena ada keterikatan antara asas hukum dengan peraturan-peraturan hukum, maka hukum itu merupakan satu sistem. Sistem hukum tidak sama dan tidak ada hubungannya dengan teori sistem. Sebelum membahas sistem hukum perlu diketahui pengertian sistem lebih dahulu.
Istilah sistem dari bahasa Yunani Systema yang mempunyai pengertian suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole compounded of several parts).
Sistem menurut penulis adalah “keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian yang saling berinteraksi saling mendukung untuk mencapai tujuan tertentu”.
  1. Menurut Ludwig von Bertalanffy menyatakan “system are complexes of element standing in interaction.
  2. Hall, AD. Dan Fagen,R.E. berpendapat bahwa “A system is a set of obyects together with relationship between the obyects and between the attributes”.
  3. Menurut Elias M. Awad (1979:4) sistem adalah “hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur” (an organized, functioning relationship among units or components). Selanjutnya Awad menyatakan bahwa sistem adalah himpunan komponen atau sub sistem yang teroganisasikan dan berkaitan sesuai dengan rencana untuk mencapai tujuan tertentu, atau “a system can be defined as an organized group of components (subsystem) linked together according to a plan to achieve a specific obyective”.
  4. Menurut Richard A, Johnson, Fremont E.Kast, James E. Rosenzweig (Pamuji, 1980:4) sistem adalah “suatu kebulatan/ keseluruhan yang komplek atau terorganisir; atau suatu himpunan atau perpaduan bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang komplek dan utuh” atau “a system is an array of component designed to accomplish a particular obyektive according to plan”.
  5. Shrode dan Voice menyatakan bahwa sistem adalah “a system is a set of interrelated parts, working independently an jointly, in pursuit of common objectives of the whole , within a complex environment” . Menurutnya unsur-unsur sistem adalah (1) himpunan bagian-bagian, (2) bagian-bagian itu saling berkaitan, (3) masing-masing bagian bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama, satu sama lain saling mendukung, (4) semuanya ditujukan untuk mencapai tujuan bersama suatu sistem, (5) terjadi dalam lingkungan yang rumit dan komplek.
  6. Campbell Bonita (1979:3) “a system as any group of interrelated components or
parts which function together to achieve a goal”, artinya “sistem adalah himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang secara bersama-sama bergungsi untuk mencapai sesuatu tujuan”.
  1. Hussel L. Ackof,….. A system is any entity, conceptual or physical, which consist of independent parts…..”
  2. Kenneth E. Boulding mengemukakan ….. A system is a big black box which we can not unlock the locks. And all we can find about, is what goes in and what comes out…..”

  1. Sistem Hukum
Dalam hal memberikan pengertian sistem hukum, bukan berarti menggabungkan pengertian antara sistem dan hukum, dalam hal pengerian demikian akan menjadi kabur atau menjadi tidak jelas. Sistem hukum mempunyai pengertian yang lebih khusus tidak sekedar menggabungkan dua istilah sistem dan hukum.
  1. John Henry Merryman dalam bukunyaT”he Civil Law and Tradition” (1985 :1) menguraikan bahwa “Legal system is an operating set of legal isnstitutions, procedures, and rules. In this sense there are one federal and fifty states legal system in the United States, separate legal system in each of the other nations, and still other distinct legal system in such organization as the European Economic Community and the United Nations”. Artinya “sistem hukum adalah merupakan suatu seperangkat operasional yang meliputiinstitusi, prosedur, aturan hukum”. Dalam konteks ini ada satu Negara federal dengan lima puluh sistem hukum di Amaerika Serikat, adanya sistem hukum setiap bangsa secara terpisah serta ada sistem hukum yang berbeda seperti seperti halnya dalam organisasi masyarakat ekonomi Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa”.
  2. Menurut L.M. Friedman, sistem hukum meliputi substansi hukum (materi hukum/peraturan perundang-undangan), struktur hukum (lembaga pemebentuk hukum) dan legal culture (budaya hukum) atau nilai-nilai hukum yang berkembang di masyarakat.
  3. Robert Seidman dan Chamblin menyebutkan bahwa sistem hukum meliputi lembaga pembentuk undang-undang, lembaga pelaksana hukum/undang-undang dan pemegang peran atau peran masyarakat yang terkena hukum/undang-undang.
  4. Gunar Myrdal berpendapat bahwa sistem hukum mencakup lembaga pembentuk/pembuat hukum, lembaga pelaksana hukum/undang-undang dan pencari keadilan.
  5. Dalam hasil penelitiannya “Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum” Soerjono Soekanto bahwa sistem hukum atau factor-faktor yang memprengaruhi berfungsinya hukum di masyarakat yaitu (1) Kaedah hukum/peraturan itu sendiri; (2) Petugas/penegak hukum; (3) Masyarakat; dan (4) Fasilitas. Dalam hal sistem hukum Soerjono Soekanto menambah satu unsur sistem hukum dari tiga sistem hukum yang dikemukakan para ahli terdahulu yakni fasilitas hukum/sarana dan prasarana hukum.
Unsur pertama sistem hukum adalahLegal Structure atau Struktur Hukummerupakan institusionalisasi hukum, seperti lembaga pembentuk hukum/undang-undang, lembaga pelaksana atau birokrasi hukum, lembaga atau badan peradilan atau pengadilan dari tingkat pertama (pengadilan negeri) pengadilan tingkat banding (pengadilan tinggi) sampai dengan pengadilan tingkat terakhir (kasasi), jumlah hakim dan integrated justice system. Unsur pertama sistem hukum ini merupakan struktur hukum, tatanan kelembagaan dan kinerja (prosedur) lembaga.
Unsur kedua sitem hukum adalah legal substatif atau substansi hukum” adalah unsur materi hukum atau yang meliputi asas, norma dan aturan hukum. Unsur substansi hukum merupakan produk hukum materiil yang bersifat mengharuskan untuk melakukan perbuatan tertentu dan tidak melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang. Menurut L.M. Friedman, substansi hukum tidak hanya terbatas pada masalah hukum tertulis (law in books) melainkan juga hukum yang hidup di masyarakat (living law) atau law in action.
Unsur ketiga adalah budaya hukum (lega culture) merupakan sikap atau nilai-nilai yang bersama yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang berhubungan atau dapat mempengaruhi struktur hukum (proses pembentukan) dan substansi hukumnya, baik yang bersifat positip ataupun negative (Satjipto Rahardjo, 1986 :82).
Menurut Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), sistem hukum nasional meliputi (Satya Arinanto, 2003 : 131-132) :
  1. Substansi atau materi hukum yang mencakup perencanaan hukum, pembentukan hukum, penelitian hukum dan pengembangan hukum;
  2. Institusi dan aparatur hukum yang mempunyai tugas dan fungsi penyuluhan hukum, pembentukan hukum, penerapan hukum, penegakan hukum, dan pelayanan hukum;
  3. Sarana dan prasarana hukum yang bersifat fisik (gedung pengadilan, rambu-rambu lalu lintas);
  4. Budaya hukum warga masyarakat dan para pejabat pemerintahan;
  5. Pendidikan hukum.
Menurut Sudikno, hukum itu merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Dengan kata lain sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.Masing-masing bagian (sub-sistem) harus dilihat dalam kaitannya dalam kaitannya dengan bagian-bagian yang lain dan dengan keseluruhannya, seperti gambar mozaik; gambar yang diptong-potong menjadi bagian kecil-kecil kemudian dihubungkan kembali menjadi utuh. Masing-masing bagian (sub-sistem) tidak berdiri sendiri lepas dari yang lain, tetapi kait mengait dengan bagian-bagian (sub-sistem) lainnya (1988;102-103).
Dari uraian tersebut bahwa hukum adalah merupakan satu sistem, yang didalamnya terdapat sub-sistem hukum yang masing-bekerja untuk mencapai suatu tujuan kesatuan sistem hukum itu yaitu untuk tercapainya keadilan,kesejahteraan, dan kepastian hukum serta menghendaki tidak terjadi konflik antara sub-sistem hukum yang satu dengan sub-sistem hukum lainnya.
Menurut Komen dalam bukunya Nederlands recht in kort bestek (1982:2) (Sudikno, 1988:104) ada dua macam system, yaitu system konkrit dan abstrak atau konseptual. Sistem Konkrit adalah system yang dapat dilihat atau diraba seperti molekul atau organism yang terdiri dari bagian-bagian kecil. Sistem yang abstrak atau konseptual adalah sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak nyata, atau yang tidak dapat dilihat. Sistem hukum menurut Konen adalah system konseptual (abstrak).
Selain kedua system tersebut, menurut Kraan dalam bukunya Syllabus Rechtssysteem (1981:2) (Sudikno, 1988:104) sistem hukum dibedakan antara sistem hukum yang terbuka dengan sistem hukum yang tertutup. Sistem hukum yang terbuka artinya mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya atau dengan system yang lain. Unsur-unsur yang tidak merupakan bagian sistem dapat mempengaruhi unsur-unsur di dalam sistem. Hukum Perikatan dalam KUH Perdata (BW) bersifat terbuka, sedangkan hukum benda dan hukum keluarga bersifat tertutup.
Menurut Niklas Luhmann yang dikutip oleh Meuewissen dalam membahas tentang pengembanan hukum (rechtsbeoefening), bahwa sistem hukum itu bersifat terbuka pada saat pembentukannnya/pembuatannya dapat berinteraksi atau menerima pemikiran-pemikiran atau konsep-keonsep dari bentuk system apaun termasuk system politik, ekonomi, sosial dan lain-lainnya. Tetapi system hukum juga bersifat tetutup pada saat hukum dilaksanakan dan dipertahankan di masyarakat dan di pengadilan.
Menurut Niklas Luhmann dan Meuwissen, ssistem hukum bersifat terbukan pada saat pemebentukan atau pembuatan hukum, misalnya dilegisltaif artinya semua masukan dari system di luar sistem hukum bisa diterima apakah dari sistem politik, ekonomi, sosial, filsafat dan sebagainya untuk dirumuskan atau sebagai bahan atau materi norma hukum dalam membentuk aturan hukum. Tetapi dalam pelaksanaannya atau penegakan hukum di lembaga peradilan, sistem hukum bersifat tertutup tidak boleh ada sisstem di luar sistem hukum yang mempengaruhi proses pelaksanaan dan penegakan hukum, hal ini sesuai dengan adagium “lex dura sed tamen scripta” undang adalah keras demikianlah bunyinya.
Sistem hukum adalah luas dan serba kompleks, dilihat dari sistem Rumpun atau keluarga (family) hukum (Rene David & John Brierley:1978:28) maupun Eric Richard (1990:40), rumpun atau keluarga hukum yang berlaku di masyarakat internasional adalah sebagai berikut :
  1. Civil law system yang berasal dari hukum Romawi (Roman law) yang dipraktekkan di Negara-negara Eropa continental. Hukum cipil ini berlaku karena berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi (Hukum Romawi Corpus Iuris Civilis dari Kaisar Justinianus, Code des Francais atau Code Napoleon dari Kaisar Napoleon Bonaparte Perancis, Kitab Undang-undang Belanda (Wvk,WvS,BW) yang pernah berlaku di zaman Hindia Belanda (Indonesia). Sistem hukum sipil (civil law system) ini dipraktekkan di Negara-negara Eropa continental dan bekas jajahannya;
  2. Common law system (System Anglo American) hukum yang berdasarkan custom atau kebiasaandan berdasarkan preseden atau judge made law. Sistem common law dipraktekkan di Negara-negara Anglo Saxon, Inggris dan Amerika serta bekas jajahan/dominion Inggris;
  3. Islamic law system, hukum berdasarkan syariah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits/Sunnah Rosul dipraktekkan di Negara-negara yang berdasarkan Islam atau mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti di Negara-negara Timur Tengah atau jasirah Arab dan Afrika Utara. Oleh Rene David dan Jhon Brierley, system hukum Islam dikelompokkan dalam keluarga hukum Timur Tengah (middle East System).
  4. Socialist law system, system hukum yang dipraktikkan di Negara-negara sosialis dan komunis (Uni Soviet/Rusia, Cuba, Korea Utara);
  5. Sub Saharan Africa, yaitu system hukum yang dipraktikkan di Negara-negara Afrika yang berada di sselatan gurun Sahara (Eric Richard, 1990:40);
  6. Far East System, sistem hukum yang komplek merupakan perpaduan antara hukum dari civil law system, common law system dan hukum Islam yang berlaku di masyarakat yang mayoritas berpenduduk muslim (Pantai utara Afrika, Asia Tengah, Asia Timur, Asia Tenggara).
Dari enam (enam) keluarga atau family system hukum tersebut tentunya isinya (materi)masing-masing sistem hukum meliputi atau mencakup Hukum Publik dan Hukum Privat. Dari masing-masing materi hukum tersebut mempunyai bagian-bagian hukum sendiri-sendiri. Hukum Publik misalnya mencakup Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara/Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Internasional (International law/Internationaal Publiek Recht/Droit International), Hukum Pidana International (International Strafrecht) Hukum Acara (Procesrecht), Hukum Pajak (ada aspek privat), Hukum Angkasa, Hukum Laut.
Sedangkan Hukum Privat meliputi Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Perburuhan/Tenaga Kerja, Hukum Asuransi, Hukum Pengangkutan, Hukum Perselisihan, Hukum Perdata Internasional (Internationaal Privaatrecht), Hukum antar golongan (Intergentiel recht).
Hukum yang mempunyai aspek hukum publik dan hukum privat meliputi hukum lingkungan, hukum pajak, hukum acara perdata, hukum agraria.

Selain pembagian atau klasifikasi hukum menurut keluarga (famili) atau rumpunnya dan isinya, hukum juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
  1. Klasifikasi Hukum
Hukum merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub sistem hukum yang saling berkaitan satu sama lainnya dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan hukum yakni keadilan (gerechtigkeit), kemanfaatan (zweckmassigkeit), dan kepastian hukum (rechtssicherheit).
Setiap sistem hukum terdiri dari sub sistem hukum, demikian seterusnya, sehingga sub-sub sistem tersebut berangkaian dan bersama-sama berencana mencapai suatu tujuan. Demikian pula sub-sub sistem hukum saling berkaitan dan bekerja sama untuk membentuk tatanan hukum guna mencapai tujuan hukum positif masing-masing negara.
Untuk dapat mengetahui pembagian sistem hukum ada kriterianya. Kriteria ini merupakan prinsip sebagai dasar pembagiannya. Berdasarkan kriterianya hukum dapat dibedakan sebagai berikut:
  1. Menurut sumbernya, hukum dibedakan antara lain :
  1. Sumber Hukum Formal, terdiri dari :
    1. Hukum Undang-undang;
    2. Hukum Kebiasaan/hukum adat;
    3. Hukum Traktat (perjanjian);
    4. Hukum Yurisprudensi;
    5. Doktrin Hukum (pendapat atau ajaran ahli hukum).
  2. Sumber Hukum Material terdiri dari:
  1. Filosofis, adalah materi atau bahan hukum yang berasal dari ideologi atau falsafah hidup suatu masyarakat atau bangsa, serta dari nilai-nilai agama /kepercayaan serta nilai-nilai etis atau moral masyarakat itu sendiri (kesadaran hukum dan nilai-nilai keadilan)
  2. Sosiologis, adalah isi hukum yang berasal dari norma-norma kebiasaan (kesulilaan dan kesopanan) yang tumbuh dan hidup berkembang di masyarakat (hukum yang hidup di masyarakat);
  3. Historis, isi atau bahan mterial hukum yang pernah berlaku di masyarakat, atau norma-norma hukum yang pernah berlaku di masa lampau, misalnya norma hukum yang pernah berlaku pada zaman kerajaan di Indonesia, hukum peninggalan zaman kolonial Belanda (Hukum Belanda).
  1. Menurut bentuknya, hukum dibedakan sebagai berikut :
  1. Hukum tertulis, hukum ini terdiri dari:
  1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan, misalnya: Hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht/WvS), Hukum Perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek/B.W) dan Hukum Dagang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koopnhandel/W.v.K.).
  2. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan, misalnya Undang-Undang : Perkawinan, Undang-Undang Pokok Agraria, Merek, Hak Cipta, Hak Patent, Kepailitan, Arbitrase, Perseoran Terbatas, Yayasan, Koperasi, Notaris dan sebagainya.
Kodifikasi adalah membukukan hukum sejenis, secara lengkap, sistematis menjadi satu dalam satu kitab undang-undang. Berbeda dengan Unifikasi, adalah penyatuan hukum yang berlaku secara nasional; atau penyatuan pemberlakuan hukum secara nasional.
  1. Hukum tidak tertulis (Hukum Kebiasaan dan Hukum Adat) yaitu hukum yang tumbuh dan berkembang dari keyakinan dan kesadaran hukum masyarakat, tetapi tidak tertulis, dan masyarakat mentaatinya seperti halnya mentaati undang-undang (hukum tertulis).
  1. Menurut tempat berlakunya, hukum dibedakan sebagai berikut :
  1. Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara;
  2. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara dan /atau antara organisasi/lembaga internasonal);
  3. Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain atau negara asing;
  4. Hukum gereja (Kanonik), yaitu hukum yang ditetapkan oleh gereja (Katolik Roma) berlaku untuk anggotanya;
  5. Hukum Islam, yaitu hukum yang berlaku untuk orang-orang yang beragama Islam;
  1. Menurut waktu berlakunya hukum dibagi dalam:
  1. Ius Constitutum (Ius Positum/ius operatum), yaitu hukum yang berlaku pada waktu sekarang dalam suatu masyarakat di wilayah tertentu;
  2. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku untuk waktu yang akan datang atau hukum yang dicita-citakan;
  3. Hukum Asasi (Kodrat), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dan kapan saja tidak terbatas oleh ruang waktu dan tempat. Hukum asasi ini berlaku untuk semua bangsa dan bersifat abadi.

  1. Menurut Fungsinya atau cara mempertahankannya, dibedakan menjadi:
  1. Hukum material (materiel recht atau substantive law), yaitu keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain yang mengutamakan kepentingan tertentu; atau peraturan yang mengatur tentang perbuatan-perbutan yang dilarang dan yang diharuskan serta diperbolehkan, barang siapa yang melanggar peraturan tersebut akan dikenakan sanksi oleh pihak yang berwenang; seperti Hukum pidana dalam KUHP, Hukum perdata dalam B.W., Hukum dagang dalam WvK.
  2. Hukum formal atau (formeelrecht/procesrecht/ajective law) atau hukum acara, yaitu keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material;misalnya Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara PTUN, Hukum Acara Peradilan Agama, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.
Hukum Acara Pidana (Hukum pidana formal) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana material; atau keseluruhan peraturan yang mengatur tata cara tindakan aparat penegak hukum apabila terjadi tindak pidana atau adanya persangkaan dilanggarnya undang-undang pidana.
Hukum Acara Perdata (Hukum perdata formal) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum perdata material; atau keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang tata cara orang atau badan pribadi melaksanakan dan mempertahankan hak-haknyadi peradilan perdata.
Hukum Acara Peradilan Agama adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara seseorang atau badan pribadi melaksanakan dan mempertahankan hak-haknya di peradilan agama; atau hukum yang mengatur tata cara bersengketa di peradilan agama.
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara orang atau badan perdata atau publik mempertahankan dan melaksanakan hak-haknya di peradilan tata usaha negara; atau hukum yang mengatur tata cara bersengketa antara orang atau badan perdata dengan pejabat tata usaha negara di peradilan tata usaha negara.
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara orang atau badan hukum perdata/publik melaksanakan dan mempertahankan hak-haknya di Mahkamah Konstitusi; atau hukum yang mengatur tata cara bersengketa di Mahkamah Konstitusi.
  1. Menurut Sifatnya, hukum dibedakan menjadi:
  1. Hukum yang memaksa atau hukum imperatif (dwingendrecht/normatief recht/imperative law) yaitu peraturan atau norma hukum yang dalam keadaan konkrit tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak yang bersengketa atau harus ditaati secara mutlak. Menurut Kamus Hukum Fockema Andreae (1983:107) adalah hukum yang tidak boleh dikesampingkan dengan suatu perbuatan khusus atau persetujuan misalnya: setiap perjanjian harus memenuhi ketentuan pasal 1320 BW tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, jual beli benda tidak bergerak harus dilakukan dihadapan PPAT dan harus didaftarkan ke Kantor BPN/Agraria setempat.
  2. Hukum pelengkap atau hukum yang bersifat mengatur (hukum fakultatif/aanvulende/regelende recht) yaitu peraturan atau norma hukum yang dalam keadaan kongkrit dapat dikesampingkan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian; seperti tentang bentuk perjanjian boleh tertulis dan boleh tidak tertulis, boleh dilakukan atau dibuat di hadapan notaris atau di bawah tangan; penyerahan barang atau uang boleh diserahkan di tempat penjual atau pembeli tergantung kesepakatan para pihak yang melakukan perjanjian.
  1. Menurut isinya, hukum dibedakan menjadi:
  1. Hukum Publik (public law/publiek recht), yaitu keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara atau aparatur nengan dengan orang/badan pribadi atau masyarakat yang mengutamakan kepentingan umum. Menurut Kamus Hukum Fockema Andreae (1983:428,545) Hukum Publik sebagai hukum yang mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah dengan rakyat. Hukum publik mencakup Hukum Tata Negara (staatsrecht/constitutional law), Hukum Tata Usaha Negara/ Hukum Administrasi Negara/ Hukum Tata Pemerintahan (Administratief recht/administrative law), Hukum Pidana (Strafrecht), Hukum Internasional (International Law/Internationaal Publiek Recht) atau hukum antar bangsa (Volkenrecht), Hukum Pidana Internasional (Internationaal strafrecht), dan Hukum Acara Pidana (Strafprocesrecht), (Kamus Hukum Fockema Andreae,1983:220-221,428,545), dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.
  2. Hukum Privat atau Hukum Sipil (Private Law/Privaatrecht/Civiel recht), yaitu keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara perseorangan dan/atau badan pribadi yang mengutamakan kepentingan pribadi; atau keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lain untuk kepentingan pribadi. Menurut Kamus Hukum Fockema Andreae (1983:415) hukum privat adalah ”keseluruhan peraturan hukum yang berkenaan dengan hak orang dan benda tertentu dalam hubungannya satu sama lain”. Termasuk hukum Privat meliputi: Hukum Perdata (burgerlijk recht) dalam (B.W.) dan Hukum Dagang (handelrecht) dalam (W.v.K), Hukum Acara Perdata (burgerlijk proces recht) dalam HIR, Hukum Acara Peradilan Agama. Beberapa ahli hukum yang berpendapat bahwa hukum acara perdata merupakan bagian dari hukum publik karena proses hukum acara melibatkan aparatur negara, yaitu hakim. Menurut penulis, hukum acara perdata merupakan bagian dari hukum perdata dan hukum publik, karena, sengketa keperdataannya bersifat pribadi (perdata) serta melibatkan aparatur penegak hukum yakni hakim pengadilan (aparat publik). Seperti halnya hukum lingkungan dan hukum pajak serta hukum agraria merupakan bagian hukum publik dan hukum perdata.
Kamus Hukum Fockema Andreae (1983:70,415) menyamakan atau tidak membedakan antara istilah hukum perdata (burgerlijk recht) dengan hukum sipil (civiele recht) dan hukum privat (privaatrecht) sebagai hukum yang mengatur keepentingan individu atau pribadi atau kepentingan perseorangan.

  1. Pembagian Isi Hukum
Dari berbagai klasifikasi hukum yang telah diuraikan di muka, maka materi hukum dapat dibedakan menjadi hukum publik dan hukum privat.
Di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berlaku saat ini (hukum positif) tidak mengatur tentang macam-macam atau jenis-jenis lapangan hukum yang berlaku di Indonesia termasuk di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
UUDS 1950 yang pernah berlakudi Indonesia, lapangan-lapangan hukum diatur di dalam pasal 102 dan 108.
Menurut pasal 102 UUDS 1950 disebutkan beberapa lapangan hukum yang berlaku di Indonesia antara lain: Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pidana Sipil, Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana.
Dalam pasal 108 UUDS 1950 disebutkan satu lapangan hukum yakni Hukum Tata Usaha Negara.
Pasal-pasal 102 dan 108 tersebut bukannya dimaksudkan hanya itu lapangan hukum yang berlaku di Indonesia karena masih banyak lapangan-lapangan hukum yang berlaku (sebagai hukum positif) tidak dicantumkan di dalam UUDS 1950. Maksud dari Pasal 102 dan 108 UUDS 1950 menyebutkan lapangan-lapangan hukum yang harus dikodifikasikan. Adapun Pasal 108 juga dimaksudkan untuk lembaga-lembaga yang harus memutus sengketa mengenai tata usaha negara.
Berdasarkan klasifikasi lapangan-lapangan hukum yang sudah dikenal diberbagai tata hukum (hukum positif) di negara-negara Eropa kontinental yang menganut sistem hukum cipil (civil law system) termasuk di negara Belanda dan bekas jajahannya (Hindia Belanda/Indonesia, Suriname) bahwa klasifikasi hukum menurut materinya dibedakan antara hukum publik dan hukum privat.
    1. Hukum Publik (Publiek Recht), antara lain meliputi:
  1. Hukum Pidana (material) atau (ius poenale/strafrecht/ criminal law) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana karena melanggar peraturan pidana. Dengan kata lain adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang berisi perintah dan larangan, dan barang siapa yang melanggarnya dapat dijatuhi sanksi pidana;
  2. Hukum Tata Negara (material) atau (Staatsrecht/Vervassungsrecht atau Constitutional Law/droit constitutionnel) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tentang dasar dan tujuan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan dan pembagian tugas kekuasaan organisasi negara serta kewenangannya. Singkatnya HTN (material) adalah hukum yang mengatur hubungan antar lembaga negara beserta tugas dan kewenangannya. Staatsrecht adalah mengatur apa yang diatur dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar dan undang-undang organik-nya (Kamus Hukum Fockema Andreae, 1983:531). Di Belanda (van Apeldoorn, 1976:304) Hukum Tata Negara dan hukum administrasi negara disebut sebagai hukum tata negara dalam arti luas. Oleh Oppenheim Hukum Tata Negara adalah mempelajari negara dalam keadaan tetap atau tidak bergerak (staat in rust).
  3. Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi Negara (material) atau (administratiefrecht/verwaltungsrecht atau droit administratief/ Administrative Law) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tentang tatacara atau prosedur aparatur negara dalam melaksanakan tugas kewajiban penyelenggaraan pemerintahan dalam hubungannya dengan pelayanan terhadap masyarakat. Administratiefrecht adalah hukum tata pemerintahan yang mengatur tugas-tugas pemerintahan dan pelaksanaannya (Kamus Hukum Fockema Andreae, 1983:18). Oppenheim menamakan hukum administrasi negara sebagai hukum yang mepelajari negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging). Menurut Logemann (1974:5) Hukum Tata Usaha Negara mempelajarai atau menyelidiki hubungan-hubungan istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat melakukan tugas mereka secara khusus. Utrect (1964:72) Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang membahas tentang hubungan hukum istimewa, yang memungkinkan para pejabat menjalankan tugas istimewa mereka.
  4. Hukum Internasional (Internationaal Recht/internationaal publiek recht atau International Law/droit international) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan antara negara dan atau lembaga internasional atau antar subyek hukum internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmadja (1982:1) hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
  5. Hukum Acara (hukum formal) atau (Procesrecht atau Proces law) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material yang dilanggar. Hukum Acara merupakan bagian hukum publik karena dalam prosesnya melibatkan aparatur negara dan lembaga peradilan negara.
  6. Hukum Acara Pidana (Hukum pidana formal/Straf Proces recht) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur prosedur tindakan aparat pelaksana atau penegak hukum karena diduga terjadi pelanggaran undang-undang/peraturan pidana. Dengan kata lain adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang cara melaksanakan dan mempertahanan hukum pidana material yang dilanggar;
  7. Hukum Acara Tata Usaha Negara (HTUN Formal/Administratief Procesrecht) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tentang cara bagaimana menyelesaikan sengketa tata usaha negara antara perseorangan atau badan pribadi dengan pejabat tata usaha negara akibat dilanggarnya peraturan tata usaha negara material; atau hukum yang mengatur tata cara bersengketa di peradilan tata usaha negara.
  8. Hukum Acara Tata Negara (HTN formal/ Proces Constitusional law/Costitutioneel proces recht) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur prosedur atau cara untuk melaksanakan dan mempertahankan HTN material (konstitusi) bilamanana dilanggar. Hukum Acara Tata Negara di Indonesia dikenal dengan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara orang atau badan perdata/publik mempertahankan dan melaksanakan hak-haknya di Mahkamah Konstitusi; atau hukum yang mengatur tata cara bersengketa di Mahkamah Konstitusi.


    1. Lapangan Hukum Privat, antara lain meliputi:
    1. Hukum Perdata (Privaatrecht/Burgerlijk recht atau Private law), adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara perseorangan dan atau badan yang mengutamakan kepentingan pribadi atau individu. Dengan kata lain, hukum perdata adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan antara kepentingan perseorangan yang satu dengan kepentingan perseorangan yang lain. Kamus Hukum Fockema Anderae (1983:63-64) Burgerlijk recht (hukum perdata) adalah keseluruhan peraturan mengenai hubungan hukum antara orang/badan hukum, juga badan publik sepanjang ikut serta dalam lalu lintas hukum perdata. Privaatrecht (hukum perdata) adalah keseluruhan peraturan hukum yang berkenaan dengan hak orang dan benda tertentu dalam hubungannya satu sama lain (Kamus Hukum Fockema Andrea, 1983:415).
    2. Hukum Dagang (Handelsrecht atau Kommercial law), adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dan atau badan di lapangan perdagangan atau bisnis. Menurut Kamus Hukum Fockema Andereae (1983:183-184) Hukum dagang adalah keseluruhan aturan hukum (rechtsregels) mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan. Hukum Dagang ini merupakan bagian dari hukum privat dalam arti luas;
    3. Hukum Perdata Internasional (Internationaal Privaatrecht atau International private law), adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum dan/atau asas-asas hukum yang mengatur hubungan hukum antara perseorangan dan/ atau badan pribadi yang mengandung unsur asing dan mengutamakan kepentingan individu. Internationaal Privaatrecht atau hukum perdata internasional memuat peraturan-peraturan yang menunjukkan hukum nasional mana yang berlaku untuk hubungan hukum yang berkenaan dengan hukum perdata yang mempunyai unsur-unsur internasional (Kamus Hukum Fockema Andreae, 1983:220).
    4. Hukum Acara Perdata (Hukum Perdata Formal/Burgerlijk Procesrechts) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara orang atau badan pribadi mempertahankan dan melaksanakan hak-haknya di perdilan perdata; atau keseluruhan peraturan atau hukum yang mengatur tata cara bersengketa di peradilan perdata karena adanya pelanggaran hukum perdata material. Burgerlijk Procesrecht (Kamus Hukum Fockema Andreae,1983:63) atau hukum acara perdata adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya orang mempertahankan hak-haknya dengan pertolongan hakim.
    5. Hukum Acara Peradilan Agama adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara orang atau badan perdata mempertahankan dan melaksanakan hak-haknya di peradilan agama; atau keseluruhan peraturan atau hukum yang mengatur tata cara bersengketa di peradilan agama.
Jika dilihat dari lembaga perdilannya yakni peradilan agama dan peradilan perdata, maka hukum acara perdata dan peradilan agama merupakan bagian dari hukum publik. Apabila dilihat dari materi atau obyek sengketa di peradilan agama dan peradilan perdata, maka hukum acara peradilan agama dan hukum acara perdata merupakan bagian dari hukum privat. Tetapi jika penyelesaian sengketa keperdataan dan hukum agama tidak dilakukan di lembaga peradilan pemerintah melainkan lembaga di luar peradilan pemerintah melalui (mediator, negosiator, arbiter) yang ditunjuk pihak-pihak yang bersengketa, maka hukum acara perdata dan hukum acara peradilan agama bukan bagian dari hukum public, tetapi bagian dari hukum privat.
Keberadaan klasifikasi hukum merupakan bagian atau sub sistem hukum yang lebih besar yaitu sistem hukum. Di muka telkah diuraikan mengenai unsur-unsur atau komponen sistem hukum menurut Lawrence Friedman yang terdiri dari atau meliputi “struktur hukum (lembaga pembentuk dan pelaksana hukum), substansi hukum (aturan-aturan hukum material maupun formal), dan kultur atau budaya hukum). Jika dihubungkan dengan pendapat Lawrence Friedman,maka klasifikasi hukum itu termasuk bagian sistem hukum yang terdiri dari sub-sub sistem hukum yang saling kait mengait untuk bekerja sama satu sama lain untuk tercapainya fungsi dan tujuan hukum.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.